14 Januari 2025
Pemerintah Tetap Naikkan PPN 12% pada 2025, Ekonom Khawatir Dampaknya Terhadap Daya Beli Masyarakat

https://www.merdeka.com/

Jaktim Pos – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen, yang direncanakan berlaku mulai 1 Januari 2025, akan tetap dijalankan sesuai dengan mandat yang tercantum dalam Undang-Undang (UU). Menkeu Sri Mulyani menyatakan bahwa keputusan tersebut telah melalui pertimbangan matang yang mencakup berbagai sektor ekonomi di Indonesia.

Dalam pernyataannya, Sri Mulyani menjelaskan bahwa penyusunan kebijakan perpajakan dilakukan dengan tujuan untuk mencapai keberlanjutan fiskal yang mendukung stabilitas perekonomian negara. Meskipun demikian, keputusan ini menimbulkan berbagai reaksi, terutama dari kalangan ekonom yang khawatir tentang dampaknya terhadap daya beli masyarakat.

Ekonom dari Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai bahwa kebijakan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen bukanlah langkah yang bijak, mengingat kondisi daya beli masyarakat yang masih tertekan. Menurut Huda, menaikkan tarif PPN di saat daya beli masyarakat yang belum pulih sepenuhnya justru berpotensi memperburuk kondisi ekonomi rumah tangga.

“Jika pemerintah menaikkan tarif PPN, itu bisa mengurangi pendapatan yang dapat dibelanjakan oleh masyarakat. Dalam kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil, langkah ini justru kontradiktif dengan upaya untuk menjaga pertumbuhan ekonomi,” ujar Huda. Ia juga menambahkan bahwa dampak kenaikan tarif PPN ini dapat berakibat pada penurunan konsumsi masyarakat, yang pada akhirnya bisa memicu peningkatan angka pengangguran dan menurunkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Huda juga menyoroti bahwa meskipun banyak negara anggota Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang menerapkan tarif PPN lebih tinggi daripada Indonesia, ada pula negara yang menerapkan tarif PPN lebih rendah, seperti Kanada dengan tarif 5 persen. Oleh karena itu, menurutnya, tidak seharusnya pemerintah hanya melihat negara-negara dengan tarif PPN tinggi tanpa mempertimbangkan negara-negara dengan kebijakan tarif lebih rendah yang dapat menjadi alternatif.

Huda berharap pemerintah membatalkan rencana kenaikan tarif PPN tersebut dan berfokus pada kebijakan yang lebih mendukung daya beli masyarakat, seperti pemberian subsidi konsumsi bagi kelas menengah. “Jika kenaikan PPN ini diterapkan, maka dalam jangka pendek akan mengganggu perekonomian makro dan meningkatkan kerentanan konsumsi rumah tangga,” tutup Huda.

Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Tauhid Ahmad, peneliti senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), yang mengatakan bahwa kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen dapat menurunkan potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia. “Kenaikan tarif PPN dari 11 persen ke 12 persen akan menambah biaya produksi bagi pelaku usaha, yang pada akhirnya akan membebani konsumen dengan harga yang lebih tinggi,” ujarnya.

Menurut Tauhid, konsekuensi dari kenaikan tarif PPN ini tidak hanya berdampak pada inflasi yang lebih tinggi, tetapi juga akan menurunkan daya beli masyarakat. Akibatnya, industri yang sangat sensitif terhadap perubahan harga, seperti sektor konsumsi, dapat mengalami penurunan permintaan yang signifikan. “Kenaikan PPN ini bisa berimplikasi pada penurunan lapangan pekerjaan dan semakin sulitnya perusahaan untuk mempertahankan daya saing,” tambahnya.

Meskipun pemerintah dapat mengharapkan tambahan penerimaan negara dari kenaikan PPN, seperti yang tercatat pada kenaikan PPN tahun 2022-2023, yang berhasil menambah penerimaan lebih dari Rp100 triliun, Tauhid mengingatkan bahwa dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi, terutama konsumsi masyarakat, bisa sangat terasa. “Kenaikan PPN tahun sebelumnya sudah menyebabkan stagnasi pertumbuhan ekonomi di 2024, dan jika kebijakan serupa diterapkan lagi, kita khawatirkan dampaknya akan lebih besar,” jelas Tauhid.

Dengan mempertimbangkan berbagai argumen yang disampaikan oleh ekonom, jelas bahwa kebijakan kenaikan PPN 12 persen di tahun 2025 menimbulkan pro dan kontra yang cukup tajam. Pemerintah perlu mempertimbangkan lebih dalam dampak jangka panjang terhadap ekonomi dan kesejahteraan masyarakat sebelum kebijakan ini dijalankan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *