Jaktim Pos – Arif, seorang ayah dari balita yang menjadi korban penganiayaan di daycare Wensen School Indonesia (WSI) di Depok, Jawa Barat, merasakan emosi yang luar biasa saat pertama kali berhadapan dengan Meita Irianty alias Tata, pemilik daycare tersebut. Pertemuan tersebut berlangsung dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Depok pada Rabu, 23 Oktober, dan menjadi momen yang tidak akan terlupakan bagi Arif.
Arif mengungkapkan bahwa ia pertama kali melihat terdakwa setelah pemeriksaan di Polres pada 31 Juli lalu. Emosi yang dirasakannya saat itu sangat campur aduk, antara marah, kesal, dan juga rasa takut. “Perasaan saya campur-campur, ada rasa marah, ada rasa sesal, dan tetap ada rasa takut. Saya tahu bahwa Bu Tata memiliki keluarga yang mungkin memiliki pengaruh, sehingga saya khawatir jika ada hal-hal ekstrem yang bisa terjadi,” ujarnya. Arif khawatir akan keselamatan keluarganya dan merasa terancam setelah menyaksikan tingkah laku terdakwa di pengadilan.
Meskipun proses persidangan berjalan sesuai prosedur, Arif mengakui bahwa waktu yang dibutuhkan sangat lama. Di dalam sidang, sejumlah saksi dihadirkan, dan salah satu bukti yang paling mengejutkan adalah rekaman video yang menunjukkan tindakan kekerasan terhadap anaknya. “Kami merasa sangat terpukul melihat video tersebut, yang jelas menunjukkan penganiayaan. Ini berbeda dengan apa yang sering kami lihat di media sosial,” ungkapnya.
Kekhawatiran Arif semakin besar ketika ia menyadari bahwa anaknya adalah korban kekejaman dari Tata. Ia awalnya berpikir bahwa anaknya mendapatkan perlakuan yang baik di daycare, namun kenyataannya sangat jauh dari harapannya. “Saya merasa terkhianati dan tertipu. Selama ini saya percaya anak saya aman, mengikuti kegiatan di daycare, dan bahkan terlihat bahagia. Namun, saat melihat video kekerasan itu, saya merasa sangat terguncang,” katanya dengan suara bergetar.
Anak pertama Arif dan istrinya sangat dinantikan kehadirannya. Melihat anaknya disiksa membuat hatinya hancur. “Ketika pertama kali tahu, saya merasa tidak tahu lagi mana yang benar dan mana yang salah. Saya sangat terpukul, bahkan hingga sekarang saya masih merasakannya,” tambahnya, menahan tangis.
Arif berharap agar kasus ini diproses dengan adil tanpa intervensi dari pihak manapun. Ia meminta agar Tata diberikan hukuman yang setimpal, sehingga anaknya dapat tumbuh dengan sehat tanpa gangguan psikologis akibat pengalaman traumatis ini. “Saya ingin anak saya tetap berkembang dengan baik. Saya tidak ingin dia mengalami gangguan akibat peristiwa ini,” harapnya.
Sementara itu, kuasa hukum korban, Irfan Maulana, menjelaskan bahwa sidang kali ini bertujuan untuk mendengar keterangan dari orang tua korban. Dalam kesaksiannya, orang tua K mengungkapkan peristiwa kekerasan yang dialami anaknya. “Keterangan dari saksi sudah cukup membuktikan bahwa tindakan kekerasan terhadap anak memang terjadi. Selain itu, terdakwa juga mengakui perbuatannya,” jelas Irfan.
Dalam sidang tersebut, lima orang saksi dihadirkan, termasuk orang tua dari anak lain yang juga menjadi korban. Setiap saksi memberikan keterangan yang saling terkait, menambah bobot bukti atas tindakan pidana yang telah terjadi. Irfan menekankan bahwa kondisi terdakwa, meskipun sedang mengandung, tidak seharusnya menghambat proses persidangan. “Kami berharap agar proses ini berjalan lancar dan pelaku mendapatkan sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku,” tegasnya.
Berdasarkan bukti yang ada, tindakan Tata telah menyebabkan luka berat pada anak-anak, dan seharusnya pelaku dapat dikenakan Pasal 80 ayat 2 dengan ancaman hukuman lima tahun penjara. “Kami akan terus berjuang agar keadilan ditegakkan,” tutup Irfan.