
Sumber: antaranews.com
Jakarta Timur Pos -Operasi militer yang dilakukan oleh Israel di Kota Jenin, Tepi Barat, masih berlanjut hingga memasuki hari kedua pada Rabu. Operasi ini difokuskan pada kamp pengungsi di Jenin, di mana tentara Israel menyerbu sejumlah permukiman. Berdasarkan keterangan saksi mata, tembakan dilepaskan di berbagai lokasi di kawasan tersebut, menciptakan ketegangan yang signifikan di wilayah tersebut.
Di tengah aksi militer tersebut, suara ledakan dan tembakan senjata api terdengar jelas di area kamp pengungsi. Selain itu, buldoser-buldoser Israel dilaporkan digunakan untuk menghancurkan berbagai infrastruktur, termasuk pertokoan. Para saksi mata menuturkan bahwa tindakan tersebut menimbulkan kerusakan parah di kawasan kamp pengungsi.
Menurut laporan dari Kementerian Kesehatan Palestina, operasi militer ini telah menyebabkan korban jiwa dan luka-luka di kalangan warga Palestina. Pada Selasa, sedikitnya 10 warga Palestina dilaporkan tewas, sementara 40 orang lainnya mengalami luka-luka akibat aksi tersebut. Militer Israel sendiri mengonfirmasi bahwa operasi ini diberi nama “Tembok Besi” dan direncanakan berlangsung selama beberapa hari ke depan.
Namun, operasi militer ini bukan hanya soal upaya keamanan, melainkan juga berkaitan dengan dinamika politik dalam negeri Israel. Media Israel melaporkan bahwa operasi ini dilancarkan untuk memenuhi janji Perdana Menteri Benjamin Netanyahu kepada Menteri Keuangan Bezalel Smotrich. Smotrich, yang sebelumnya menentang kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza, dikabarkan diberi janji oleh Netanyahu bahwa serangan di Jenin akan dilakukan sebagai bentuk kompromi agar Smotrich tetap mendukung pemerintahan.
Informasi tersebut diungkapkan oleh surat kabar Yedioth Ahronoth, yang juga menyebutkan bahwa Netanyahu menjadikan operasi ini sebagai strategi untuk menenangkan situasi politik di kabinetnya. Hal ini menunjukkan bahwa konflik yang terjadi di Jenin tidak lepas dari pengaruh kebijakan politik dalam negeri Israel.
Sementara itu, ketegangan di wilayah Tepi Barat terus meningkat, terutama setelah perang besar yang terjadi di Jalur Gaza. Perang tersebut telah menyebabkan korban jiwa dalam jumlah besar, dengan sedikitnya 47.000 warga Palestina tewas sejak 7 Oktober 2023. Sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak. Selain itu, lebih dari 110.700 orang terluka akibat agresi tersebut.
Di Tepi Barat, situasi juga tidak kalah mencekam. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Palestina, lebih dari 870 warga Palestina telah dibunuh oleh Israel, sementara 6.700 lainnya mengalami luka-luka. Korban terus bertambah seiring dengan berlanjutnya operasi militer yang dilakukan Israel di wilayah tersebut.
Meski kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas mulai berlaku pada 19 Januari, yang berhasil menghentikan agresi di Gaza, ketegangan tetap terjadi di wilayah lain seperti Tepi Barat. Gencatan senjata ini juga melibatkan pertukaran tahanan antara kedua pihak. Namun, situasi di Jenin menunjukkan bahwa perdamaian masih jauh dari kenyataan bagi rakyat Palestina.
Pada bulan Juli, Mahkamah Internasional menyatakan bahwa pendudukan Israel di Palestina selama beberapa dekade adalah tindakan ilegal. Mahkamah menuntut agar Israel mengosongkan seluruh permukiman yang telah dibangun di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Meski demikian, tuntutan tersebut hingga kini belum dilaksanakan, dan Israel terus memperluas permukimannya di wilayah tersebut.
Operasi militer di Jenin menjadi salah satu contoh nyata dari penderitaan yang terus dialami oleh rakyat Palestina. Di tengah situasi yang semakin memanas, masyarakat internasional menyerukan penghentian konflik dan dimulainya dialog untuk mencapai perdamaian. Namun, dengan terus berlanjutnya aksi militer ini, jalan menuju perdamaian tampaknya masih sangat panjang.