
https://www.merdeka.com/
Jaktim Pos – Satelit Boeing baru saja menambah jumlah sampah antariksa di orbit Bumi setelah terjadinya ledakan yang tidak terduga pada 19 Oktober 2024. Ledakan ini disebabkan oleh anomali yang masih dalam proses penyelidikan. Menurut laporan dari Science Alert pada 24 Oktober 2024, Angkatan Antariksa Amerika Serikat (US Space Force) sedang memantau sekitar 20 potongan puing yang berasal dari satelit yang meledak. Selain itu, perusahaan ExoAnalytic Solutions juga mencatat adanya 57 puing terdeteksi dari kejadian ini.
Satelit yang mengalami ledakan tersebut adalah IS-33e, yang dioperasikan oleh Intelsat di Amerika Serikat. Sebelum ledakan, satelit ini berfungsi di orbit geostasioner untuk menyediakan layanan telekomunikasi, penyiaran, dan layanan lainnya bagi pengguna di Bumi. Sayangnya, IS-33e telah mengalami masalah dengan pendorong utamanya, yang menyebabkan penundaan peluncurannya pada Januari 2017. Masalah lebih lanjut dengan pendorong saat pengujian di orbit mengakibatkan pengurangan masa pakai satelit tersebut.
IS-33e adalah satelit kedua yang diluncurkan sebagai bagian dari platform satelit EpicNG, yang diharapkan menjadi generasi baru dalam layanan satelit. Namun, satelit pertama dari generasi ini juga mengalami kegagalan sistem pendorong dan dinyatakan tidak dapat diselamatkan oleh Intelsat pada April 2019. Penyebab kegagalan tersebut mencakup faktor eksternal seperti hantaman meteorid kecil dan aktivitas matahari yang tidak terduga.
Dengan meningkatnya jumlah puing ini, tantangan dalam pengelolaan ruang angkasa dan keamanan satelit yang masih beroperasi semakin kompleks. Pada tahun 2021, Jaringan Pengawasan Luar Angkasa Amerika Serikat melaporkan lebih dari 15.000 puing luar angkasa yang berukuran lebih dari 10 sentimeter. Diperkirakan ada sekitar 200.000 puing berukuran antara 1 hingga 10 sentimeter, serta jutaan puing yang lebih kecil dari 1 sentimeter. Objek yang mengorbit Bumi bergerak dengan kecepatan tinggi, mencapai hingga 8 kilometer per detik, yang meningkatkan risiko tabrakan dengan puing-puing kecil. Serpihan yang lebih kecil dari 1 milimeter pun dapat merusak pesawat luar angkasa.
Para peneliti mengingatkan bahwa peningkatan jumlah sampah antariksa dapat memicu ancaman serius yang dikenal dengan nama Sindrom Kessler. Konsep ini pertama kali diajukan oleh ilmuwan NASA, Donald Kessler, bersama Burton Cour-Palais. Dalam laporan terbaru dari NASA, mereka menekankan bahwa jika manusia terus meluncurkan lebih banyak pesawat luar angkasa, masalah akan semakin parah akibat kepadatan pesawat luar angkasa yang semakin meningkat di sekitar Bumi.
Sindrom Kessler menggambarkan skenario di mana tabrakan antar objek di ruang angkasa menghasilkan lebih banyak puing, yang pada gilirannya dapat memicu reaksi berantai. Para ilmuwan khawatir bahwa fenomena ini akan menjadi kenyataan dalam waktu dekat. Saat ini, lebih dari 10.000 satelit mengorbit Bumi, ditambah dengan lebih dari 100 triliun potongan satelit tua yang masih mengelilingi planet kita.
Beberapa potongan sampah antariksa ini terkadang jatuh ke atmosfer Bumi dan terbakar. Kessler menjelaskan bahwa ketika jumlah puing di orbit tertentu mencapai ‘massa kritis’, tabrakan akan mulai terjadi meskipun tidak ada objek baru yang diluncurkan. Ia memperkirakan bahwa dibutuhkan waktu antara 30 hingga 40 tahun untuk mencapai titik kritis ini.
Banyak pakar memperkirakan bahwa kita sudah berada pada titik kritis di orbit rendah Bumi, khususnya pada ketinggian sekitar 900 hingga 1.000 kilometer. Ancaman dari situasi ini semakin nyata mengingat insiden-insiden yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir, seperti tabrakan antara satelit Rusia yang dinonaktifkan dengan satelit AS pada tahun 2009. Selain itu, pada tahun 2021, Rusia melakukan uji coba dengan menghancurkan salah satu satelitnya sendiri, yang mengakibatkan astronaut di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) harus melakukan prosedur darurat untuk keselamatan.
Jika tabrakan antara satelit dan puing-puing terjadi secara berulang, kondisi akan semakin memburuk. Sindrom Kessler dapat menyebabkan gangguan besar terhadap jaringan internet dan layanan GPS. Tanpa satelit yang berfungsi dengan baik di angkasa, komunikasi melalui ponsel, televisi, dan layanan lainnya akan terpengaruh secara signifikan. Oleh karena itu, pengelolaan sampah antariksa menjadi sangat penting untuk menjaga kelangsungan operasi satelit di masa depan.