
https://www.merdeka.com
Jakarta Timur Pos – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) baru-baru ini memvonis terdakwa Harvey Moeis dengan hukuman enam tahun enam bulan penjara dalam kasus dugaan korupsi di PT Timah yang merugikan negara hingga Rp300 triliun. Vonis ini jauh lebih rendah daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang meminta agar Harvey dijatuhi hukuman 12 tahun penjara.
Vonis yang lebih ringan ini menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan, termasuk pengamat hukum Hibnu Nugroho. Hibnu menilai bahwa hukuman yang dijatuhkan oleh majelis hakim terlalu rendah, terutama mengingat kasus yang menjerat Harvey Moeis berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang terjadi di sektor pertambangan. Hibnu menjelaskan bahwa dalam kasus-kasus besar seperti ini, seharusnya hukuman yang dijatuhkan dapat memberikan efek jera, bukan hanya bagi pelaku tetapi juga bagi calon pelaku korupsi lainnya di sektor yang sama.
Menurut Hibnu, terdapat tiga teori pemidanaan yang bisa diterapkan dalam perkara ini, yaitu teori retributif, rehabilitatif, dan restoratif. Dalam kasus korupsi di sektor tambang, Hibnu sepakat dengan pendekatan retributif, yang lebih menekankan pada pemberian hukuman berat sebagai bentuk pembalasan atas kerugian yang telah ditimbulkan. Dengan menjatuhkan hukuman yang lebih tinggi, akan ada pesan yang jelas kepada pelaku kejahatan lainnya, terutama yang bergerak di sektor tambang, agar tidak menyalahgunakan kekuasaan dan merusak alam demi keuntungan pribadi.
Lebih jauh, Hibnu juga menekankan bahwa hukuman yang lebih berat akan memberi peringatan keras kepada pelaku lainnya agar tidak melibatkan diri dalam tindak pidana korupsi. Apalagi, sektor pertambangan, seperti yang dijelaskan Hibnu, memiliki dampak jangka panjang yang besar terhadap lingkungan hidup. Kerusakan alam yang terjadi akibat kelalaian atau tindak pidana dalam sektor ini bisa merugikan generasi mendatang. Oleh karena itu, sebuah hukuman yang ringan tidak akan memberikan efek jera dan malah berisiko memperburuk kerusakan yang sudah terjadi. Hibnu berharap Jaksa Penuntut Umum akan mengajukan banding untuk memperberat hukuman Harvey Moeis, agar ada efek jera yang lebih besar bagi sektor tambang dan masyarakat luas.
Harvey Moeis sebelumnya dijatuhi vonis oleh Pengadilan Tipidkor pada Senin, 23 Desember 2024. Dalam keputusan tersebut, hakim memutuskan untuk menjatuhkan hukuman enam tahun enam bulan penjara serta denda sebesar Rp1 miliar, yang jika tidak dibayar, akan digantikan dengan hukuman kurungan selama enam bulan. Selain itu, Harvey juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar, dengan ketentuan jika uang pengganti tidak dibayar, akan ada tambahan hukuman penjara selama dua tahun.
Putusan ini terkait dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan Harvey Moeis secara bersama-sama dengan pihak lainnya di PT Timah, yang telah menyebabkan kerugian negara yang sangat besar, mencapai Rp300 triliun. Tidak hanya korupsi, Harvey juga dijatuhi hukuman terkait dengan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan bersama-sama. Meski begitu, banyak pihak yang menganggap bahwa hukuman tersebut tidak cukup memberikan efek jera, mengingat besarnya kerugian negara dan dampaknya terhadap lingkungan hidup.
Hibnu Nugroho dan sejumlah pengamat hukum lainnya berharap bahwa ke depannya, pengadilan akan lebih tegas dalam memberikan hukuman terhadap kasus-kasus besar seperti ini, agar kejahatan lingkungan dan korupsi di sektor pertambangan tidak terus terjadi tanpa adanya sanksi yang setimpal. Hal ini penting agar tercipta kesadaran di kalangan pelaku usaha bahwa tindak pidana seperti ini tidak akan dibiarkan begitu saja.