Jaktim Pos – Supriyani, seorang guru honorer di SDN 4 Baito, Konawe Selatan (Konsel), menghadapi dakwaan serius terkait kekerasan terhadap murid di bawah umur. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Konawe Selatan, Ujang Sutisna, menyampaikan bahwa terdakwa dituduh melakukan kekerasan terhadap seorang anak berinisial D di Desa Wonua Raya, Kecamatan Baito.
Dalam persidangan perdana yang digelar di Pengadilan Negeri Kendari, Kamis (24/10), JPU memaparkan bahwa tindakan kekerasan tersebut dilakukan dengan menggunakan gagang sapu ijuk. “Akibat perbuatan terdakwa, korban mengalami luka memar dan lecet di bagian belakang paha kanan dan kiri,” jelas Ujang Sutisna saat membacakan dakwaan.
JPU mendakwa Supriyani dengan Pasal 80 Ayat 1 Jo Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Undang-undang tersebut merupakan perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002, yang kemudian mengalami revisi melalui UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2016. Selain itu, terdakwa juga dijerat dengan Pasal 351 Ayat 1 KUHP tentang Penganiayaan.
Atas dakwaan tersebut, kuasa hukum Supriyani langsung menyatakan keberatan dan mengajukan eksepsi. “Kami mengajukan eksepsi,” kata penasihat hukum terdakwa dalam persidangan.
Merespons pengajuan eksepsi tersebut, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kendari, Stevie Rosano, memberikan waktu kepada tim penasihat hukum Supriyani untuk menyiapkan argumen dan dokumen pendukung hingga batas waktu yang telah ditetapkan. “Kami memberikan waktu sampai Senin, 28 Oktober 2024, pukul 10.00 WITA,” ucap Stevie Rosano.
Kasus ini menjadi perhatian karena melibatkan seorang tenaga pendidik dan menimbulkan pertanyaan terkait kekerasan di lingkungan sekolah. Di sisi lain, pihak terdakwa dan penasihat hukumnya menegaskan akan menggunakan hak-haknya untuk membela diri dalam persidangan selanjutnya.
Pengadilan Negeri Kendari akan kembali melanjutkan sidang pada hari Senin mendatang, di mana hakim akan memutuskan apakah eksepsi yang diajukan oleh pihak terdakwa dapat diterima atau ditolak. Jika eksepsi diterima, maka proses persidangan bisa berubah arah, sementara jika ditolak, sidang akan berlanjut ke tahap pembuktian.
Kasus ini menggarisbawahi pentingnya perlindungan anak di lingkungan pendidikan sekaligus mengingatkan tentang batasan penggunaan disiplin di sekolah. Semua pihak berharap proses hukum ini berjalan dengan adil dan transparan, sehingga memberikan kepastian hukum bagi semua yang terlibat.