15 Maret 2025
Kasus Dugaan Penganiayaan di SDN 4 Baito: PGRI Menolak Kembalinya Siswa Korban ke Sekolah

https://www.merdeka.com/

Jaktim Pos – Kasus dugaan pemukulan yang dialami seorang siswa di SDN 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan, berinisial D, oleh gurunya, Supriyani, telah berujung pada laporan resmi ke pihak kepolisian. Insiden ini tidak hanya menimbulkan reaksi di kalangan masyarakat, tetapi juga melibatkan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Baito yang melakukan aksi unjuk rasa untuk mendukung guru honorer tersebut. Selain itu, PGRI Baito juga mengeluarkan selebaran yang menyatakan penolakan terhadap siswa D dan saksi untuk kembali bersekolah di wilayah Kecamatan Baito.

Tindakan penolakan ini mendapatkan tanggapan negatif dari berbagai pihak, terutama dari Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kabupaten Konawe Selatan. Ketua KPAD, Asriani, menekankan bahwa hak-hak anak, terutama bagi D sebagai korban dugaan penganiayaan, harus dijamin agar tetap bisa mendapatkan pendidikan di sekolah. Dia juga menyebutkan bahwa ada seorang anak lainnya, yang merupakan saksi dalam kasus ini, yang juga perlu dilindungi hak-haknya.

“Kami berkomitmen untuk mengawal pemenuhan hak-hak anak dalam kasus ini,” ungkap Asriani saat dijumpai di Konawe Selatan. Dia menambahkan bahwa meskipun proses hukum terhadap Supriyani masih berlangsung, hak-hak anak, terutama bagi korban, harus menjadi prioritas utama.

Asriani juga menyoroti dampak psikologis yang mungkin dialami oleh siswa D akibat insiden ini. KPAD berfokus pada pemulihan kondisi mental korban dan memastikan keinginannya untuk kembali bersekolah tetap terjaga. “Kami tidak ingin mengesampingkan proses hukum yang sedang berlangsung. Namun, fokus kami adalah pemenuhan hak anak, terutama korban,” tegas Asriani.

Pernyataan PGRI Baito yang menolak siswa D untuk kembali bersekolah sangat disayangkan oleh KPAD. “Proses hukum seharusnya tidak mengesampingkan hak anak untuk mendapatkan pendidikan,” kata Asriani. Dia menegaskan bahwa setiap anak, termasuk siswa D dan saksi, berhak untuk belajar tanpa merasa tertekan atau terpinggirkan karena situasi ini.

Lebih lanjut, Asriani mengingatkan bahwa situasi mogok mengajar yang terjadi akibat masalah ini bisa berpotensi mengganggu proses belajar-mengajar di sekolah. “Anak-anak kita memiliki hak belajar yang harus tetap dijamin, terlepas dari kasus yang sedang berlangsung,” tambahnya. Dia berharap bahwa perhatian tidak hanya tertuju pada kasus ini, tetapi juga pada hak-hak anak lainnya.

Dalam pertemuannya dengan korban, Asriani mendapati bahwa siswa D memiliki keinginan yang kuat untuk kembali ke sekolah dan bermain dengan teman-temannya. “Sebagai pemerhati pendidikan, kami harus memfasilitasi keinginan anak ini, jika memang ada jalannya,” ungkap Asriani. Harapannya adalah semua pihak yang terlibat dapat bersikap bijaksana dalam menangani kasus ini dan tetap mengutamakan tanggung jawab mereka sebagai pendidik untuk mencerdaskan anak bangsa.

Di tengah situasi yang rumit ini, diharapkan semua pihak dapat menjaga fokus pada pendidikan anak-anak, menghindari konflik yang dapat memperburuk keadaan, dan menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi semua siswa. Hal ini sangat penting untuk memastikan bahwa hak-hak anak tetap terlindungi, terlepas dari situasi yang dihadapi oleh individu tertentu. Semua anak berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan lingkungan belajar yang aman, tanpa merasa tertekan akibat kasus hukum yang sedang berlangsung.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *