Jaktim Pos – Kepolisian Resort Cianjur, Jawa Barat, baru-baru ini menetapkan status tersangka terhadap seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) berinisial DR yang diduga terlibat dalam tindak pidana pemilu. Tindakan tersebut dilakukan dengan mengampanyekan salah satu pasangan calon peserta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Penetapan status tersangka ini menjadi sorotan publik, terutama dalam konteks netralitas ASN dalam politik.
Kasat Reskrim Polres Cianjur, AKP Tono Listianto, menjelaskan bahwa penetapan tersangka terhadap DR dilakukan setelah adanya penyelidikan oleh Gakkumdu Cianjur. Proses tersebut mencakup pengumpulan bukti dan fakta-fakta yang menunjukkan keterlibatan DR dalam kegiatan kampanye yang melanggar aturan pemilu. Sebelumnya, video yang menunjukkan DR melakukan ajakan memilih pasangan calon tersebar di media sosial, menarik perhatian masyarakat dan menimbulkan banyak pertanyaan mengenai etika ASN.
Tono menegaskan bahwa dalam video tersebut, DR terlihat mengajak para peserta pengajian di Kecamatan Pasirkuda untuk memilih salah satu pasangan calon, bahkan memberikan contoh cara mencoblos surat suara. “Tersangka terbukti mengajak atau mengampanyekan salah satu pasangan calon dalam kegiatan pengajian yang digelar di Kecamatan Pasirkuda. Ia juga mengajarkan cara memilih,” ungkapnya. Tindakan ini dianggap sangat tidak etis dan melanggar peraturan yang berlaku, mengingat ASN seharusnya bersikap netral dalam politik.
Setelah dilakukan penyelidikan dan pengembangan kasus, DR yang menjabat sebagai Kasi Trantib di Kecamatan Pasirkuda ditetapkan sebagai tersangka. Pihak kepolisian berhasil mengumpulkan barang bukti yang cukup, termasuk rekaman video, telepon seluler, dan sejumlah barang bukti lainnya yang mendukung dugaan pelanggaran tersebut. Berdasarkan bukti-bukti ini, berkas perkara DR telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Cianjur untuk proses lebih lanjut.
Tersangka dijerat dengan pasal 188 juncto pasal 71 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. “Tersangka terancam hukuman 6 bulan penjara, dan berkasnya sudah kami serahkan ke Kejari Cianjur agar segera disidangkan,” tambah Tono. Proses hukum yang sedang berjalan diharapkan dapat memberikan efek jera bagi ASN lainnya agar tidak terlibat dalam politik praktis.
Kasus ini menjadi pelajaran bagi masyarakat dan ASN lainnya tentang pentingnya menjaga netralitas dalam pelaksanaan pemilu. Terlebih lagi, tindakan DR yang melibatkan institusi keagamaan seperti pengajian untuk kepentingan politik sangat disayangkan. Hal ini dapat merusak citra ASN dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemerintahan.
Video yang viral di media sosial itu memperlihatkan DR meminta para ibu-ibu yang hadir di pengajian untuk memilih pasangan nomor urut 1 pada Pilkada Cianjur. Aksi tersebut mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak karena dianggap merusak prinsip-prinsip pemilu yang adil dan demokratis.
Melihat situasi ini, masyarakat diharapkan lebih kritis dalam menyikapi kegiatan politik dan peran ASN. Netralitas ASN dalam politik adalah fondasi penting bagi terciptanya pemerintahan yang bersih dan demokratis.